ADALAH AKU DAN ALLAH...
Mungkin
terlalu melelahkan ketika aku tak bisa lagi berkata dengan segala yang aku suka
dahulu. Terlalu banyak kata yang tak bisa aku ucap ketika jiwa telah lelah
dalam asaku. Terlalu .....hufh...! melelahkan juga mengungkapkan betapa
lelahnya jiwaku ini. Kata jangan menyerah hanya seolah kata yang berkeliaran di
otakku tanpa menunjukkan eksistensinya di jiwa dan hatiku.
Sudahlah.
Menjalani apa yang telah Allah berikan pada kita mungkin jauh lebih bermanfaat.
Bukankah dunia ini adalah tempat perjuangan bukan tempat untuk bersenang-senang
? tempat untuk mengumplkan bekal sebanyak-banyaknya untuk dinikmati di akhirat
nanti ?. entah bagaimana jadinya dunia ini jika tak ada surga sebagai
iming-iming dan neraka sebagai penakut manusia untuk meminimalisir
kemungkarannya. Dan mungkin 100 % sangat benar ketika orang bijak berkata jika
dunia semakin lama tidak mungkin semakin baik, mungkin pula telah terbukti
dengan banyaknya status agama hanya indah di sandang saja, tidak merasuk dalam
hati sanubari. Tidak mengakar dalam batang jiwanya. Tidak mendarah daging dalam
jasmaninya.
Mungkin
pula aku terlalu munafik berkata begitu, sedang aku sendiri seperti ni. Di beri
nikmat, benar mengucap hamdalah, sayangnya masih sebatas di mulut saja belum
terlaksana lewat perilaku dengan memanfaatkan nikmat itu dengan sebaik-baiknya.
Aku
bingung hendak berkata apa. Aku kesulitan mengatur perilaku untuk tunduk pada
nurani. Aku tahu banyak kata yang telah berhasil mengalirkan airmata di
wajahku. Aku tahu banyak kisah ceritera yang menyandra hati untuk
merenungkannya. Mempertanyakan keislaman dan keimanan. Aku tahu.....
Manusia
macam diriku hanya mampu membual dengan kata-katanya. Munafik dengan
perkataannya.
Muslim.
Muslimah, aku ingin menjadi islam tak hanya di mulut saja. yang hidupnya bukan
untuk hidup, tapi untuk Sang Maha Hidup. Hidupnya bukan untuk mati, tapi justru
matinya untuk hidup. Muslimah yang tidak takut mati karena sejatinya mati
bukanlah wafat, mati bukanlah ujung hidup dan kehidupan, namun tonggak awal
keabadian hidup.
Hati
bertanya pada diri. Bisakah aku menyenangkan batin dengan mengejar kebaikan dan
perbaikan ?. hatiku bersaran, biarlah miskin dan sabar sementara ,dari pada
menjual agama jadi kafir.
Hati,
naluri dan batin telah bersekongkol membungkus diri menjadikan kepompong yang
siap memetamorfosis aku menjadi kupu-kupu bersayap indah, menyejukkan pandangan
mata siapapun, terbang menebarkan keindahan dan kebaikan. Mewarnai bukan di
warnai.
Laksana
sang laksamana, berkata bijak untuk hidup yang bijak. Berbekal bijak untuk
berpijak. Dengan bismillah aku memilah, mana yang buruk mana yang salah.
Betapapun tak mampu meraih, bukan berarti alasan untuk
tidak di gapai. Sekalipun susah bukan berarti tidah bisa. Allah menganugrahiku
akal, lalu kenapa tidak aku pergunakan ?. Bukan karena manusia bodoh hingga tak
bisa hidup yang berkualitas, tapi lebih kepada malas yang dipelihara. Bukan
karena manusia berkemampuan terbatas tak bisa berkarya sepanjang waktu. Tapi
terlebih karena keinginannya yang ia
batasi.
Hidup adalah perjuangan.
Perjuangan modalnya adalah usaha. Usaha berhasil jika ada keinginan. Keinginan
akan menjadi kuat jika di awali niat tulus lillahi ta’ala.
Kan kubiarkan jiwa, hati, nurani
kan kalbuku bebas dengan apa yang ingin di adikaryakan. Kan ku biarkan segala
semangat yang membakar menularkan percikan apinya pada setiap niat, keinginan, usaha
dan perjuanganku hingga akhirnya adikarya terbaikku terwujud, hidup yang
benar-benar hidup, tak hanya mengaku hidup dangan segala kebodohannya. Karena
sejatinya tanda hidup adalah bergerak, tandanya bergerak adalah melakukan
perubahan. Hidup tanpa adanya perubahan, lebih baik di takbiri saja kematiannya,
karena hidupnya tak ada bedanya dengan mati, hidupnya telah mati jauh sebelum
jasatnya mati.
Di sisa umurku yang entah masih
panjang atau tidak, di sisa usahaku yang entah ada artinya atau tidak. Aku
ingin suatu saat nanti menjadikan masa senjaku dengan di temani kejayaan masa
mudaku. Di kelilingi dengan karya yang bisa di baca orang, yang bisa dimengerti
orang sebagai tanda aku pernah hidup, sebagai tanda bahwa aku bukan hanya
manusia yang terlahir untuk memadati bumi yang semakin sesak saja. bukan
manusia yang hanya setiap detiknya berfikir sejauh mana ia hidup dan menghidupi
kehidupannya. Tapi hidup untuk menghidupi kematian. Hidup untuk menghadapi
kematian. Hidup untuk meninggalkan belangnya sebagai tanda bahwa ia pernah
mengaumkan karyanya saat ia hidup.
Aku dan karyaku.....
Aku dan hidupku...
Aku dan matiku.....
Adalah segala aku dan
Tuhanku.....
Adalah aku dengan agamaku....
Adalah aku dan Allah......
Surabaya,
jum’at, 18 mei 2012, 18:16
مخلصة
Tidak ada komentar:
Posting Komentar